Seekor burung sendirian di tepi pagar, ia terus berkicau, berkicau dan berkicau, tak peduli orang suka atau tidak dengan kicauannya, tak acuh apakah kicauannya terdengar merdu atau sendu.
Ia hanya berkicau dan berkicau, melepaskan semua sauaranya keangkasa entah untuk siapa. Burung-burung lainnya memandang dengan keheranan, ingin menimpali kicauannya, namun entah kenapa kicauannya kali ini seolah tak ingin ditimpali.
Ia hanya ingin berkicau kicaunya kepada siapa ? kepada angin ? kepada pohon atau kepada awan ? ia hanya ingin berkicau kicaunya.Orang boleh suka orang boleh tidak tapi kali ini ia ingin berkicau... berkicau.. dan berkicau..., orang boleh mengkritik... orang boleh mengatai-ngatai kicauannya jelek tapi ia ingin terus berkicau... berkicau... melepasakan apapun yang ada di benak pikirannya.
Karena ia adalah burung maka wajar kalau ia berkicau entah kalau ia seekor kucing maka ia akan mengeong sejadi-jadinya, atau ketika ia seekor kuda maka ia akan meringkik sekeras-kerasnya.
Tapi ia tak ingin menjadi manusia karena manusia tidak bebas berteriak manusia tidak bebas berkata-kata manusia tidak bebas bersikap mereka adalah manusia yang ketika dewasa mereka menjadi terbelenggu dan ketika mereka menua mereka terpenjara oleh norma dan aturan.
Ia adalah burung maka sudah tugasnyalah berkicau karena ia memang hanya bisa berkicau entah untuk siapa, entah untuk siapa ia berkicau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar