Sabtu, 20 Februari 2016

Penyihir Tua

Alkisah ada seorang penyihir wanita tua yang telah lama tidak lagi menyihir. Tongkat tuanya tersimpan dalam sebuah kotak kecil yang terkunci rapi dalam lemari pakaiannya. Jubah tuanya juga sudah menjadi kain lap kotor yang berada di lantai dapur, yang setiap hari dipakainya unntuk mengelap tumpahan air atau kuah sup kesukaannya. Sapu terbang lusuh miliknya terlihat tersimpan di belakang pintu kamar berdebu.

Sudah berapa tahun ini dia melupakan takdirnya sebagi seorang penyihir. Teman-temannya sesama penyihir kerap mendatanginya untuk membujuknya kembali menyihir. Mereka bercerita betapa menyenanangkan aktivitas sihir yang mereka lakukan. namun ia tetap tidak peduli dan hanya tersenyum menjawab pertanyaan kawan-kawannya. Tentang alasan dia tidak menyihir lagi.

Ia sekarang mengerjakan semuanya dengan tangannya yang sudah semakin keriput. Mengaduk sup wortel kesukaannya tidak lagi dilakukan dengan melambambaikan tongkat sihir. Kakinya semakin lemah saja, karena ia selalu berjalan kemanapun ia menuju. Ia tak lagi menggunakan sapu terbang atau pun menghilang, untuk kemudian muncul kembali di tempat yang ditujunya. Kadang, ketika kawan-kawannya melihat dia berjalan mereka menghampirinya dan mengajak menumpang sapu terbang mereka. Akan tetapi ia selalu menolak.

Kekuatannya tidak menghilang, masih ada dan bisa dikatakan ia tetaplah penyihir terkuat di wilayah itu, Teman-temannya tahu itu, karena meski ia tak lagi menyihir, aura kekuatan sihirnya masih memancar dengan sangat jelas di mata penyihir yang lain. Hal itu juga yang membuat musuh-musuhnya tidak berani macam-macam padanya.

Ia sering bergaul dengan manusia, sesuatu yang begitu dihindarinya dulu. Sekarang ia kerap mengobrol dengan tetangga-tetangga. Tukar menukar hadiah, saling mengirimkan kue atau sekedar menyapa ketika ada yang lewat. Teman-teman penyihirnya heran dan sering  menyatakan ketidaksetujuan mereka akan kedekatannya yang sekarang berlebihan pada manusia.

"Kalian harus belajar hidup berdampingan dengan manusia, lebih menghargai mereka lagi" katanya ketika ia meninggalkan teman-teman penyihirnya untuk mengantarkan sup wortel pada tetangga sebelah rumah. 
Teman-temannya pun kembali gagal mempengaruhinya.

"Selamat sore rose, saya masak sup kesukaan jenny nih"
"Dia kemana bu ?" penyihir itu berkata sembari menyerahkan mangkuk sup itu kepada madam rose

Madam Rose itu jika dilihat dari wajah berumur sama dengannya. Namun kalau dihitung berdasarkan tanggal dan tahun kelahiran, sudah pasti Madam Rose teramat jauh lebih muda dibandingkan sang penyihir. Madam Rose baru berumur sekitar enam puluh tahun. sementara sang penyihir itu berumur tiga kali lipatnya. madam rose sosoknya seperti seorang manusia seumurannya pada umumnya. Tingginya rata-rata-rata, berat badannya juga tidak terlalu gendut ataupun kurus. Ramput peraknya terlihat semakin mengalahkan rambutnya yang hitam. Tetangga lain mengatakan jika mereka disandingkan mereka ibarat saudara kembar.

Madam Rose tinggal di situ sejak sepuluh tahun yang lalu, Ia tinggal bersama Jenny, cucunya semata wayang yang ditinggal mati oleh ibunya, anak madam rose, dan ayahnya di saat bersamaan. Ketika itu Jenny berumur 3 tahun. Sebuah kebakaran hebat terjadi di perumahan mereka. Saat itu api begitu besar dan menyebar begitu cepat. Selain keluarga Jenny ada juga satu keluarga lain yang meninggal di kebakaran itu. Sepasang suami istri dengan anaknya yang juga seumuran dengan Jenny.

Belum sempat Madam Rose menjawab, terlihat  Jenny berlari-lari kecil dari arah jalan
"Sore... madam Milla..." Kata Jenny saat sudah ada di hadapan sang penyihir.
"Ada madam Milla di sini, artinya aku bakalan makan malam pakai sup wortel nih"
"hmmmm........ lezat" Jenny tersenyum senang, kemudian ia mencium tangan sang penyihir
"Karena kamu suka, makanya madam selalu buat" Penyihir itu tersenyum melihat tingkah laku bocah perempuan yang sudah dianggapnya seperti cucunya sendiri.

Sang penyihir memang teramat sayang kepada Jenny, karena Jenny mengingatkannya akan , Lizzy, cucunya. Jika Lizzy masih hidup pasti akan terlihat seusai dengan Jenny. Lizzy adalah cucu satusatunya Sang Penyihir. Lizzy meninggal bersama kedua orang tuanya sepuluh tahun yang lalu, bersamaan dengan kedua orang tua Jenny.

Sang penyihir ingat benar, ketika itu terjadi kecelakaan....

======================
sebuah upaya menulis cerita panjang, dan akupun kehilangan ketertarikan di tengah jalan






adalah aku yang masih menikmati indahnya kata

adalah aku yang duduk diam di sini menunggu waktu berlalu
bukan kamu yang masih sibuk mengejar entah apa

adalah aku yang masih setia memandang matahari terbenam
bukan kamu yang masih berdiam dalam teriak klakson kendaraan

adalah aku yang masuk ke dalam tanah ini sendirian
bukan kamu yang masih meronta menolak takluk